Mempelajari Budaya Suku Asmat Secara Seksama
Ilustrasi budaya suku asmat
Budaya suku Asmat merupakan budaya yang unik pengisi berbagai keragaman yang ada di negeri ini. Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa tampil dengan wajah multikultur, namun tetap terbingkai dalam semangat persatuan dan kesatuan sebagai entitas sebuah bangsa. Suku Asmat yang tunggal di Papua merupakan salah satu suku yang banyak dikaji kebudayaannya karena memiliki keunikan dan kekhasannya sendiri.
Salah satu keunikan budaya suku Asmat terlihat dari ukiran-ukiran kayu yang dihasilkan dari tangan-tangan terampil mereka. Suku Asmat ini terpisah dalam dua suku yang memiliki perbedaan dialek, struktur dan pranata sosial, dan cara hidup. Ada suku Asmat yang menempati wilayah pesisir dan suku Asmat yang bertempat tinggal di pedalaman (hutan).
Laiknya suku lain dibelahan nusantara, dalam suku Asmat juga sering terjadi pertentangan, antara satu suku dengan suku yang lainnya. Peperangan seringkali terjadi jika menyangkut hal-hal yang dianggap menghina atau meruntuhkan martabat suku-suku tersebut. Yang paling mengerikan adalah ketika diantara suku Asmat membunuh musuh-musuhnya. Biasanya mereka akan membawa musuh yang telah dibunuhnya tersebut untuk diarak di kampung. Lalu mayat tersebut dimakan secara bersama-sama. Otak si mayat akan dibungkus daun sago dipanggang dan dimakan.
Di perkampungan Asmat, biasanya sekitar 100 sampai 1000 orang tinggal disebuah kampung. Terdapat rumah bujang yang sering digunakan untuk perayaan upacara adat dan keagamaan. Ada juga rumah keluarga yang digunakan untuk tempat berlindung para keluarga suku yang ditempati oleh banyak orang. Rumah keluarga tersebut biasanya dihuni oleh 2 sampai 5 keluarga, didalamnya terdiri dari kamar mandi dan dapur.
Adat Istiadat
Begitu sulit untuk mencapai suku Asmat. Jaraknya bisa mencapai 70 km dari kecamatan yang masih bisa dijangkau kendaraan roda dua atau roda empat. Suku Asmat yang hidup di wilayah pedalaman biasanya mencari makan dari berbagai penganan hutan seperti umbi-umbian atau buah. Untuk mencapai ke perkampungan, paling tidak diperlukan waktu 1-2 hari perjalanan dengan berjalan kaki.
Mayoritas suku Asmat memiliki bentuk tubuh yang tegap, berhidung mancung, dan berkulit gelap. Selain di Papua, suku Asmat juga banyak terdapat di New Zealand dan Papua Nugini. Dalam menjalankan kehidupan sosialnya, suku Asmat memiliki dua tipikal pemerintahan: yakni jabatan kepemimpinan yang ditentukan oleh pemerintah secara administratif dan kepala adat/ suku yang ditentukan berdasarkan marga tertua atau bekas pahlawan perang.
Sebelum para misionaris datang, suku Asmat masih memeluk ajaran nenek moyang yakni animisme yang percaya pada kekuatan gaib. Namun, sekarang suku Asmat sudah banyak yang memeluk agama sesuai dengan konstitusi negara, yakni Kristen, Katholik, dan agama Islam.
Dalam mempertahakan hidupnya, suku Asmat banyak yang bercocok tanam berbagai jenis tanaman seperti wortel, jeruk, jagung, matoa, dan beternak ayam hutan atau babi. Yang kesemuanya merupakan produk budaya suku Asmat di Papua.
Lika-liku Suku Asmat
Suku Asmat memiliki ciri fisik yang serupa dengan suku asli di Selandia Baru dan Papua Nugini, yakni suku yang berasal dari rumpun Polonesia. Ciri-ciri fisik tersebut itu di antaranya adalah rambut hitam, kulit gelap, kelopak mata yang bulat, hidung yang mancung, dan perawakan yang tegap.
Sama seperti kebanyakan suku adat yang ada di Indonesia, suku Asmat juga menjalani kehidupan sehari-hari mereka dengan dua kepemimpinan, yakni kepemimpinan formal pemerintah dan kepemimpinan adat yang dilakukan oleh kepala suku di masyarakat tersebut. kepala adat atau kepala suku tersebut memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat suku Asmat.
Sementara itu, dalam melaksanakan kewajiban dan tugas sebagai rakyat Indonesia, kepala suku tersebut bekerja sama dengan pemerintah agar berbagai program yang dicanangkan oleh pemerintah bisa dijalankan tanpa melanggar aturan yang digunakan oleh kepala suku adat tersebut.
Berbeda dengan jenis-jenis suku di Indonesia yang memberikan jabatan kepala suku secara turun-temurun, masyarakat suku Asmat ini dipilih berdasarkan usia suku yang paling tua, dengan marga yang dianggap paling tua dan bisa juga dianggap orang atau marga yang paling berjasa dalam kehidupan suku tersebut dengan memenangkan peperangan dengan suku lain.
Tradisi Purba Suku Asmat
Seperti yang sebelumnya telah disebutkan di atas, masyarakat suku Asmat ini pada awalnya hanya memiliki kepercayaan animisme dan dinamisme. Namun, seiring berjalannya waktu muncullah berbagai penyebaran agama apalagi setelah masuknya para misionaris yang menyebarkan agama Kristen di wilayah tersebut.
Akan tetapi, tradisi ukiran kayu yang disematkan oleh para leluhur mereka tidak hilang begitu saja. Bahkan kegiatan mengukir sepertinya telah menjadi sesuatu hal yang wajib dilakukan oleh warga suku Asmat. Mereka menggunakan ukiran kayu itu untuk menopang nilai religiusitas yang dihadirkan di wilayah kebudayaan mereka.
Meskipun pekerjaan sehari-hari mereka bercocok tanam dan berladang serta menghasilkan berbagai macam pangan yang bisa dikonsumsi, namun kegiatan mengukir kayu tidak ditinggalkan begitu saja untuk memenuhi kebutuhan rohani mereka. Selain tradisi mengukir kayu, tradisi yang masih digunakan oleh masyarakat suku Asmat adalah berperang.
Perang antarsuku dijadikan sesuatu yang biasa dalam kehidupan mereka, seperti halnya suku-suku lain yang tinggal di Papua. Tradisi ini bahkan tidak dianggap sebagai tradisi purba yang mengerikan karena musuh yang berhasil dibunuh akan dibawa ke kampung dan dibagikan ke seluruh isi kampung untuk kemudian dijadikan santapan. Namun, sekarang ini acara santap hidangan dari daging musuh sudah jarang dilakukan.
Rumah Adat Suku Asmat
Rumah adat tidak akan bisa dijauhkan dari suku adat mana pun, termasuk dari budaya suku Asmat yang masih memiliki kepercayaan dan tradisi purba yang sulit dihilangkan. Rumah adat tentu memiliki fungsi untuk tempat penampungan kelompok masyarakat dan juga berbagai kegiatan ritual yang berhubungan dengan kelompok adatnya. Setiap rumah adat tentu memiliki ciri khas tertentu yang disesuaikan dengan kehidupan dan filosofi masyarakat yang tinggal di dalamnya.
Suku Asmat memiliki rumah adat yang kaya akan filosofi dan nilai-nilai kesopanan sehingga tidak ada keinginan dari mereka untuk ikut campur dalam urusan di luar suku mereka. Pembuatan rumah adat masih dilakukan oleh kelompok adat di sukunya dengan kepercayaan bahwa pembuatan rumah adat tersebut akan dilindungi oleh leluhur mereka.
Rumah adat suku Asmat terbagi menjadi dua macam, yakni rumah Jew dan rumah Tsyem. Rumah Jew merupakan rumah adat yang dibangun secara berkelompok oleh masyarakat suku tersebut demi kepentingan bersama saat melakukan kegiatan tradisional yang sesuai dengan hukum adat. Berbagai kegiatan yang dilakukan di rumah ini antara lain adalah rapat adat, kegiatan membuat kerajinan tangan tradisional, membuat ukiran kayu, dan tempat tinggal bagi para lelaki yang belum menikah. Oleh karena itulah maka rumah Jew ini sering disebut sebagai rumah bujang oleh masyarakat suku Asmat.
Jenis rumah yang kedua adalah rumah Tsyem. Rumah ini adalah rumah yang ditinggali oleh semua anggota keluarga dengan jumlah kepala keluarga dua sampai tiga orang. Rumah adat Tsyem diletakkan di sekeliling rumah adat Jew dengan ukuran yang lebih kecil dibandingkan rumah Jew. Kedua rumah adat tersebut dibangun secara bersama-sama, tanpa campur tangan suku lain, dan dibuat dari bahan-bahan atau materi bangunan yang masih tradisional.