Kasus Gizi Buruk, Bukan Rahasia
Ilustrasi kasus gizi buruk
Kasus gizi buruk merupakan salah satu kasus terburuk dalam sejarah kehidupan masyarakat di sebuah negara. Kasus tersebut seolah menjadi sebuah standar kemapanan sebuah negara. Negara yang dianggat tidak miskin atau memperhatikan rakyatnya dilihat bagaimana pertumbuhan anak-anak di negara tersebut.
Sebagai kasus yang paling parah dari terjadinya peristiwa kekurangan gizi menahun, gizi buruk ini bisa terjadi di negara mana saja. Biasanya, kasus ini diakibatkan rendahnya konsumsi protein dan energi dalam makanan sehari-hari. Adapun ukuran baku dari gizi buruk yang saat ini digunakan di banyak negara termasuk Indonesia adalah WHO-NCHS. Di mana dilihat dari indeks tinggi badan berdasarkan usia, indeks berat badan berdasarkan usia, juga berdasarkan perbandingan antara berat badan dan tinggi badan.
UNICEF sebagai organisasi internasional PBB yang memiliki tugas menagani masalah anak-anak dalam berbagai permasalahan, berpendapat bahwa terdapat beberapa permasalahan yang menyebabkan terjadinya gizi buruk, yaitu penyebab secara langsung maupun tidak langsung.
Adapun penyebab langsung dari gizi buruk ini yaitu adanya aneka penyakit dan makanan yang dapat menyebabkan secara langsung terjadinya gizi buruk. Seorang anak yang mendapat asupan makanan yang cukup banyak namun sering sekali menderita sakit bisa menderita gizi buruk. Begitu pula apabila seorang anak tidak makan dengan cukup makanan, akan mengalami penurunan daya tahan tubuh sehingga anak tersebut mudah untuk terserang penyakit.
Untuk penyebab tidak langsung dari anak yang menderita gizi buruk bisa dilihat dari tiga hal sebagai berikut.
• Keluarga. Keluarga anak tersebut kurang mencukupi dalam hal ketahanan pangan. Untuk itu, diharapkan agar setiap keluarga mampu melakukan pemenuhan kebutuhan makanan untuk anggota keluarga. Terutama, dalam hal jumlah dan kandungan nutrisi dalam setiap makanan.
• Kurang memadainya pola pengasuhan anak. Untuk itu, diharapkan agar setiap keluarga dan masyarakat dapat meluangkan waktu, dukungan dan perhatian kepada anak, sehingga ia dapat tumbuh dan berkembang menjadi anak dengan mental, fisik, dan sosial yang baik.
• Kurang memadainya pelayanan kesehatan dan lingkungan. Kedua hal itu juga menjadi salah satu faktor utama gizi buruk di sebuah daerah. Untuk itu, diharapkan agar sistem pelayanan kesehatan dapat memberi jaminan untuk menyediakan air bersih dan sarana kesehatan dasar (Posyandu), di mana setiap keluarga yang membutuhkan dapat menjangkaunya.
Gizi buruk terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Sebagai salah satu negara dengan sumber daya alam yang sangat kaya dan beragam, tidak membuat Indonesia pada akhirnya terbebas dari kasus gizi buruk ini. Hal ini membuat banyak sekali ahli gizi dari berbagai organisasi sosial yang mengamati permasalahan ini. Kasus yang memprihatinkan ini tentunya adalah kasus yang harus segera ditangani demi tumbuh dan kembangnya anak-anak di Indonesia.
Banyak yang bertanya-tanya sebenarnya apa saja yang dapat mengakibatkan masalah gizi buruk di Indonesia? Menurut spesialis gizi klinik dan dosen Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Saptawati Bardosono, Msc, ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap gizi buruk yang diderita oleh anak-anak di Indonesia.
1. Permasalahan Ekonomi
Jumlah lapangan kerja yang terbatas, persaingan mencari nafkah yang semakin ketat, penghasilan yang tidak mencukupi, hingga harga bahan makanan yang mahal membuat orang tua di Indonesia kesulitan melakukan pemenuhan gizi terhadap anak-anaknya. Kemiskinan akhirnya terjadi. Bagi ibu menyusui yang kekurangan makan bisa membuatnya tidak memiliki gizi cukup untuk diberikan kepada bayi mereka. Hal ini sangat memprihatinkan karena bayi dan anak-anak yang berusia hingga 3 tahun sangat rawan mengalami gizi buruk.
2. Sanitasi yang Kurang Baik
Banyak sekali rumah di pedasaan atau di pinggiran kota yang memiliki sanitasi yang kurang baik. Padahal, kondisi tersebut dapat mengakibatkan kesehatan para penghuni rumah menjadi terganggu, terutama pada anak-anak yang rentan terhadap penyakit. Tidak hanya itu, sanitasi yang buruk akan berakibat pencemaran terhadap berbagai bahan makanan yang akan dimasak. Ini sangat tidak baik, dengan pencemaran, maka kuman penyakit akan masuk ke dalam makanan.
3. Tingkat Pendidikan yang Rendah
Asupan gizi yang cukup dan terjaga pada setiap anak adalah tanggung jawab orang tua. Dalam masa pertumbuhan sang anak, para orang tua harus sadar akan pentingnya sang anak mendapat gizi yang cukup. Sayangnya, sering sekali tingkat pendidikan yang rendah menjadi hambatan bagi orang tua dalam menyediakan asupan bergizi bagi anak-anak mereka.
Terutapa sang ibu yang menjadi kunci untuk pemenuhan gizi sang anak serta dalam mengatasi gizi buruk. Dengan tingkat pendidikan yang rendah ini membuat mereka terhambat mendapat informasi mengenai gizi sehingga mereka tidak tahu manfaat dari pemberian gizi pada anak. Para orang tua ini bahkan beranggapan bahwa gizi bukan hal yang penting untuk anak mereka. Untuk itu, sangat penting adanya lembaga kesehatan untuk memberikan penyuluhan dan informasi kepada para orang tua betapa pentingnya asupan gizi bagi anak-anak mereka.
4. Perilaku orang tua
Banyak sekali orang tua yang merasa jika mereka sudah pintar dan mengetahu segala sesuatu yang dibutuhkan sang anak. Di mana informasi dan bimbingan dari para ahli tidak lagi dibutuhkan. Selain itu, banyak sekali orang tua di beberapa daerah kecil yang merasa takut untuk ke Posyandu. Adanya salah persepsi, misalnya mereka takut dimarahi atau diceramahi dokter mengenai masalah gizi. Hal ini membuat mereka takut dan malas untuk ke posyandu. Untuk itu, memang lebih baik agar para ahli medis ini lebih kooperatif memberikan penyuluhan dan mendatangi langsung beberapa rumah yang memiliki bayi dan anak untuk melihat keadaan gizi mereka.
Tanda-tanda Gizi Buruk
Dalam melihat gizi buruk pada anak biasanya dilakukan pengukuran antropometri. Di mana, pengukuran tersebut dilihat dengan cara mengetahui berat badan berdasarkan usia (BB/U) yang diukur berdasarkan tabel Z-score. Apabila angka berat badan kurang dari jumlah -3 SD, berarti sang anak positif mengalami gizi buruk. Setelah itu, akan dicocokan kembali dengan z-score (TB/PB terhadap BB) apabila ternyata positif gizi buruk juga, maka sang anak telah mengalami gizi buruk kronis. Bila dengan TB/BB tidak positif, berarti sang anak mengalami gizi buruk akut. Pengukuran bisa dilakukan dengan pengukuran LILA bagian kiri balita, apabila tidak ada alat ukur TB dan PB. Jika ternyata LILAnya kurang dari 11,5 cm, itu berarti balita tersebut mengalami gizi buruk akut.
Untuk Anda yang memiliki bayi dan balita, ada baiknya mengetahui tanda-tanda adanya gizi buruk pada anak Anda. Hal ini untuk mengantisipasi apabila ternyata tanda-tanda tersebut terjadi pada anak Anda.
Ada beberapa tanda klinis yang dapat dibedakan menjadi:
1. Marasmus.Tanda-tandanya tubuh sang anak sangat kurus, dengan wajah yang menyerupai seperti orang tua. Selain itu, sang anak memiliki perut yang cekung serta kulit yang keriput, dan jaringan lemak sangat sedikit.
2. Kwashiorkor.Tanda adanya edema (pembengkakan jaringan krn kandungan cairannya bertambah) pada seluruh tubuh anak. Wajahnya akan terlihat membulat dan sembap, serta rambut yang kusam dan mudah dicabut.
3. Gabungan Marasmus dan Kwashiorkor. Biasa disebut sebagai marasmic kwashiorkor pada KMS atau istilah BGM. Pada keadaan ini, letak berat badan dari balita akan berada di bawah garis merah badan KMS Balita BGM. Apabila demikian, anak belum tentu menderita gizi buru, tetapi jika seorang anak sudah menderita gizi buruk, sudah pasti ia BGM.
Dengan banyaknya kasus gizi buruk ini tidak ada salahnya Anda lebih memperhatikan kesehatan dan gizi anak Anda demi kesehatannya kelak.