Ngahuma, Mata Pencaharian Suku Sunda
Ilustrasi mata pencaharian suku sunda
Mata pencaharian suku Sunda pada zaman dahulu sama seperti mata pencarian masyarakat Indonesia kebanyakan, bercocok tanam. Namun, kini zaman telah berubah. Perkembangan cara orang mencari penghidupan pun bermacam-macam. Orang Sunda telah begitu banyak yang menjadi pemimpin bangsa, bekerja dibidang industri kreatif sehingga begitu terkenalnya seni pembuatan pakaian dan kreativitas lainnya dari daerah Pasundan tersebut. Lihatlah para artis yang berasal dari tanah Sunda. Mereka tersebar dari penyanyi hingga pemain sinetron bahkan penulis.
Penampilan Fisik yang Menarik
Wajah yang rupawan dengan talenta yang luar biasa, telah membuat orang Sunda cukup disegani dalam industri kreatif. Pakaian kaos dari Bandung atau industri penjualan dengan sistem factory outlet, bistro, distro, semuanya kebanyakan berasal dari tanah Sunda sebelum akhirnya menyebar ke seluruh Indonesia. Inilah salah satu bukti kalau orang Sunda itu begitu terkenal dengan kepiawaiannya dalam menciptakan sesuatu.
Tidak ketinggalan juga dengan dunia keilmuan terutama arsitektur dan seni merancang bangunan, baik intuk rancangan eksterior maupun untuk rancangan interior. Kalau berkunjung ke Bandung dan sekitarnya, hal ini bisa dibuktikan. Tidak hanya dari segi rancangan seperti itu. Orang Sunda juga piawai dalam seni masak-memasak. Makanan dari tanah Pasundan ini cukup terkenal. Misalnya, Batagor, Siomay, Brownies kukus, Colenak, dan jenis makanan lainnya termasuk manisan dari Bogor yang biasanya dibuat oleh orang Sunda.
Pejabat yang berasal dari tanah Sunda juga banyak. Mereka cukup pemberani. Bahkan pahlawan yang berdarah Sunda juga ada. Intinya adalah bahwa orang Sunda ini mempunyai jenis pekerjaan yang cukup beragam dan mereka aktif dalam kemasyarakatan. Hal ini membuktikan bahwa orang Sunda itu cukup aktif dan dinamis dalam menjalani kehidupan mereka.
Keberagamaan mereka cukup bagus sehingga melahirkan banyak ulama dan para cendikiawan muslim yang bagus. Satu hal yang membuat mereka juga cukup terkenal adalah penampilan mereka secara fisik. Kulitnya putih mulus dengan pipi yang ranum. Walaupun kebanyakan tidak terlalu tinggi, tubuh mereka cukup bagus dan sintal. Ini juga yang disalahgunakan oleh orang-orang yang tidak mempunyai hati dan tidak takut mati.
Mereka menjadi penjaja seks komersial yang beroperasi di daerah yang dingin seperti Puncak, dan daerah tempat pelesiran lainnya. ‘Gadis Bandung’ cukup menjadi jaminan bahwa mereka adalah gadis-gadis yang cantik dan molek. Namun, hal ini bukan sesuatu yang patut dibanggakan. Bahwa kecantikan itu adalah anugerah patut disyukuri. Tetapi kalau disalahgunakan, maka itulah salah satu bentuk tidak bersyukur.
Mata Pencaharian Orang Sunda Tempo Dulu
Beda sekarang dengan dahulu. Dengan keadaan tanah yang subur karena banyaknya dataran tinggi dan dengan gunung yang bersahabat, orang Sunda banyak yang terjun ke dunia pertanian. Tidak mengherankan kalau mata pencaharian mereka, salah satunya adalah huma. Huma adalah istilah bagi tanah olahan pertanian. Tanah huma berupa ladang padi dan ladang palawija. Sehabis panen, tanah dibiarkan dan ditinggalkan tanpa digarap sampai tanah itu kembali berhumus.
Ngahuma artinya berladang. Penggarap tanah selalu berpindah dari satu tanah ke tanah yang lain. Membuka lahan baru di hutan hingga sehabis panen, penggarap kembali ke tanah atau huma yang telah berhumus lagi. Kegiatan ini dilakukan pada musim-musim cocok tanam. Praktik ini bukanlah praktik yang asing di tanah air apda masa itu. Bahkan beberapa suku di pedalaman terutama di Papua, Kalimantan, Sumatera, masih melakukannya. Di Banten pun masih ada terutama suku Baduy yang dianggap masih suku Sunda.
Berladang dan bersawah banyak dilakukan oleh masyarakat Sunda. Tetapi bagi masyarakat Sunda Kanékés, pertanian di sawah-sawah merupakan kegiatan tabu bagi mereka. Sumber kehidupan dalam tradisi Kanékés adalah menanam padi di ladang, berburu ikan dan binatang hutan, menanam tanaman buah, dan menyadap air kawung di hutan. Hal ini telah dipahami sejak dahulu kala hingga mereka pun tidak mau melanggarnya. Mereka patuh kepada perintah Tetua dan hal-hal yang telah ditetapkan lainnya.
Pertanian huma adalah satu-satunya sumber pencaharian pertanian orang Sunda Kanékés. Tanah garapan diakui sebagai titipan dari Tuhan. Mereka hanya diberi kepercayaan untuk memelihara dan memanfaatkannya dengan baik dan bijaksana. Tidak boleh serakah dan makan hanya secukupnya saja agar alam tetap lestari dan tidak habis hingga ke anak cucu. Mereka cukup bijaksana dan sangat tahu bahwa sesungguhnya bumi ini cukup memberikan segala yang dibutuhkan oleh penduduknya asalkan tidak berlebihan.
Klaim kepemilikan pribadi hanya berupa padi hasil panen atau buah tanaman keras yang ditanam oleh orang pertama. Dan ada kecenderungan bahwa kebanyakan orang Kanékés menggarap tanah huma dan melakukan perputaran garapan di sekitar garapan masing-masing. Sebagai bentuk tanggung jawab dari amanat Tuhan. Hal inilah yang membuat mereka tetap sejahtera dan merasa cukup dengan apa yang mereka dapatkan. Mereka tampak bahagia dan tidak merasakan kesusahan atau kemiskinan yang menyesakan dada.
Secara hukum adat, status kepemilikan tanah huma ditujukan bagi orang yang pertama kali membuka dan menggarap tanah tersebut. Jika akan digunakan oleh orang lain, maka itu harus sepengetahuan dan seizin penggarap pertama. Ini juga merupakan salah satu penghargaan dan penghormatan kepada yang pertama kali membuka hutan demi mendapatkan hasil berladang yang dibutuhkan. Kalau kejujuran seperti ini dimiliki oleh semua orang, maka tidak kejahatan dan perselisihan itu akan terhindarkan.
Sayangnya tidak seperti itu yang dipahami oleh masyarakat kebanyakan yang hidup diluar komunitas itu. Jangan heran kalau banyak terjadi sengketa hingga menyebabkan terbunuhnya banyak orang. Bahkan selain pertumpahan darah, juga ada keributan yang melibatkan banyak keluarga inti hingga mereka bermusuhan. Sayang sekali bila hal ini sampai terjadi di banyak tempat. Seharusnya kebersamaan dan saling menghormati itu tetap dijunjung tinggi. Mungkin kehidupan modern telah membuat hati menjadi tertutup.
Istilah
Tanah garapan huma yang ditinggalkan sebelum satu tahun penuh, orang Sunda menyebutnya jami. Penggarapan tanah jami, disebut dengan istilah ngajami. Tanah huma yang telah ditinggalkan lebih dari satu tahun dan banyak ditumbuhi semak belukar, dikenal dengan reuma. Jika tanah reuma telah banyak dipenuhi belukar dan ditumbuhi pohon-pohon besar, disebut reuma kolot.
Masalah Ngahuma
Ketika penduduk masih berjumlah sedikit. Banyak lahan yang luas belum termanfaatkan dengan baik. Tradisi ngahuma sebagai mata pencaharian suku Sunda banyak dilakukan. Setiap kali habis panen di satu huma. Maka para petani membuka lahan baru atau menggarap tanah huma lain yang telah berhumus kembali.
Tetapi keadaan telah berubah. Jumlah penduduk semakin meningkat. Pemukiman semakin padat. Banyak lahan baru dibuka untuk memenuhi kebutuhan lahan dan tempat tinggal. Maka perluasan pertanian, khususnya kegiatan huma, mengalami masalah.
Masalah yang muncul ketika bersinggungan dengan pelestarian lingkungan dan hutan. Banyak kerusakan hutan yang diakibatkan dari pembukaan lahan baru. Proses pembakaran semak belukar untuk membuka tanah garapan menjadi ancaman lingkungan. Karena asap yang mengepul menjadi polusi bagi masyarakat hingga ke negara tetangga.
Ngahuma di Jawa Barat
Ngahuma dengan membuka lahan baru di Jawa Barat sudah jarang dilakukan. Seperti orang Kanékés, garapan tanah huma hanya dilakukan bergiliran pada tanah jami dan reuma. Penggarap hanya mengolah tanah itu-itu saja dan bercocok tanam sesuai dengan musimnya.
Umumnya masyarakat Sunda melakukan pertanian kebon, atau kebun. Berkebun dilakukan di tanah berstatus hak milik, atau petani penggarap melakukan sewa tanah dalam jangka waktu tertentu kepada pemilik sah.
Dalam kenyataannya, banyak tanah huma berubah menjadi perkebunan. Perbedaannya adalah pada cocok tanam padi. Untuk membedakan padi sawah dan padi huma, maka penanaman padi di tanah huma masih disebut dengan ngahuma. Padi hasil panen, disebut dengan paré huma. Berasal dari bibit padi yang dinamakan marus.
Tradisi ngahuma dalam definisi awal, kemungkinan akan hilang. Pembukaan lahan baru sangat tidak mungkin dilakukan. Karena hutan-hutan banyak mengalami kerusakan berat. Sekarang membutuhkan perhatian pada pelestarian hutan. Mata pencaharian suku Sunda mengalami perkembangan, tidak hanya sekedar pertanian huma. Huma beralih menjadi kebun.
Lalu, apakah perkembangan ini akan memperkuat identitas dan tradisi suku Sunda di zaman globalisasi sekarang?