logo anne ahira

AnneAhira.com    Sosial & Budaya    Suku    Suku Kimyal

Suku Kimyal

Oleh: AnneAhira.com Content Team

Suku Kimyal merupakan suku yang yang tinggal di lembah Korupun, Kabupaten Yahukimo, Papua. Secara teritorial dan administratif, wilayah Suku Kimyal yang bisa dijangkau pelayanan publik terbagi menjadi 4 distrik, yaitu Distrik Korupun, Sela, Kwelamdua, dan Distrik Duram.

Suku Kimyal sama seperti suku lainnya, yaitu suku yang mempunyai beragam unsur-unsur budaya yang unik dan khas, seperti sistem organisasi sosial (SOS), tatanan pranata sosial, pola-pola daur hidup, struktur dan tatanan bahasa, sistem pengetahuan, sistem religi, nilai-nilai hidup, sistem teknologi dan peralatan, ekspresi kesenian, dan tema-tema kehidupan yang lainnya.

Asal Usul Suku Kimyal

Menutur cerita yang berkembang di masyarakat asli Kimyal, nama suku Kimyal merupakan pemberian dari seorang misionaris muda yang datang ke wilayah Korupun pada 1970-an. Misionaris tersebut bernama Nona Elinor Young. Elinor memberikan nama tersebut atas dasar perbandingan dari letak geografis dan posisi antar kelompok yang mendiami wilayah Korupun dengan Suku Yali di wilayah barat (Daerah Lolat, Soloikma, Holuwon, dan lainnya).

Elinor menyebut bahwa Kimyal berasal dari ejaan kata “Khemban/Kimban” (logat sela), “kesengban” (logat Korupun) yang berarti Barat dan “yale” yang berarti timur. Dengan begitu, Elonor hanya mengambil kata depannya, yaitu “kim” dan “yal”. Selanjutnya, kedua kata tersebut digabungkan sehingga menjadi Kimyal.

Mayoritas masyarakat asli Kimyal menyebutnya “Kemyal”. Tujuan pemakaian istilah Kimyal untuk orang-orang di wilayah Korupun untuk menunjukkan keberadaan orang-orang yang tinggal di tengah-tengah kawasan barat dan timur.

Sebenarnya, nama suku ini dahulu bukanlah Kimyal, tapi orang Mek. Orang Mek merupakan kalangan antropolog yang berjaya pada era 1900-an (di kawasan Duram, Sumtamon, Bomela, Langda, Debula, Dagi, Kwelamdua, Sela, Korupun, Dirwemna ’Eipomek, Puldama’Kono, Endomen, Kosarek, Nalca, dan Neipsan).

Hal itu dibuktikan dengan adanya arsitek dan struktur bangunan Ae/EE (Honai), bahasa (yubu/Yobo), pembuatan kebun dan pola penanaman (We/Wa), prosesi dan metode Inisiasi terhadap generasi muda, Nyanyian tradisional, sistem penyajian makanan, keterampilan bersiul (Kol-kol ana’/kos-kos ana), sistem pertukatan hasil-hasil kebun, pola pengasuhan anak, pesta babi yang diiringi dengan lagu Mos, dan lain sebagainya.

Kesatuan identitas dalam ciri khas dan corak budayanya umumnya membawa warna tersendiri di mata orang (suku luas/ pendatang) dengan beragam unsur budaya yang dimiliki Suku Kimyal ini. Saat para pendatang maupun masyarkat suku lain merasa tertarik dan terpikat dengan pola-pola yang lebih mencolok dengan ciri khas yang nyata, pengakuan akan kesatuan dan identitas sosial akhirnya mengalir dengan sendirinya. Hal ini disebaban timbulnya stimulan khas dan corak budaya Suku Kimyal.

Penduduk yang saat ini disebut dengan Suku Kimyal, pada zaman dulu, nenek moyang mereka menyebut dirinya sendiri dengan sebutan “yelenang”. “Yelenan” mempunyai arti sebagai orang-orang yang tinggal di ufuk timur jika diukur dari terbitnya matahari. Hal ini menjadi patokan bagi masyarakat yang tinggal di Lembah Baliem, Lembah Sengsolo, Lembah Yali-Ninia (Heluk), dan suku bangsa lainnya yang mendiami wilayah bagian barat dari lingkungan perkampungan Suku Kimyal.

Mata Pencaharian Suku Kimyal

Mata pencaharian suku kimyal sebagian besar berprofesi sebagai petani. Masyarakat asli Kimyal menggarap lahan yang ada untuk kegiatan bercocok tanam. Hasil panen yang nanti mereka peroleh akan dibagi menjadi 2 bagian, sebagian untuk dijual dan sisanya untuk kebutuhan pribadi.

Kehidupan Suku Kimyal Sebelum Masuk Injil

Sebelum Injil masuk, bagi Suku Kimyal, dipermukaan bumi ini hanya ada satu suku, yaitu Kimyal. Dalam melakukan berbagai peperangan, masyarakat asli Kimyal digerakkan oleh satu komando, yaitu kepala suku adat. Semua permasalahan yang terjadi di lingkungan tempat tinggal suku Kimyal harus diselesaikan dengan cara bermusyawarah. Tempat yang dipergunakan untuk bermusyawarah biasanya Honai (rumah) dinas.

Peralatan yang wajib harus dikenakan oleh masyarakat asli Kimyal ialah noken besar dan noken kecil (Ag dan Agleng). Bagi kaum pria, mereka harus mengenakan koteka untuk menurup aurat, sedangkan bagi wanita mengenakan Sali (Ble). Peralatan lainnya yang harus selalu dipakai masyarakat Kimyal, seperti tulang kasuari, taring babi, hiasan bulu cenderawasih, bambu, busur, dan anak panah. Seluruh peralatan yang mereka gunakan merupakan kekayaan budaya Kimyal. 

Masyarakat asli Kimyal lebih suka tinggal di Honai (rumah tradisional kimyal). Dalam suku ini, ada kebiasaan yang bisa dibilang sadis, yaitu wilayah satu dengan lainnya biasanya terjadi kebiasaan saling membunuh. Pembunuhan yang mereka lakukan satu sama lain merupakan suatu upaya untuk mendapatkan pengakuan sebagai orang yang terhebat di antara yang lainnya.

Kehidupan Suku Kimyal Sesudah Masuk Injil

Sebelumnya, sifat dari masyarakat suku ini cenderung keras kepala, tidak mau kompromi, dan tidak percaya Tuhan. Akan tetapi, perubahan terlihat dari masyarakat Kimyal yang menjadi rendah hati dan mengakui adanya Tuhan. Perubahan masyarakat Kimyal semakin terlihat pada 16 Maret 2010. Saat itu merupakan saat yang istimewa bagi masyarakat Kimyal sebagai perayaan pertaubatan mereka.

Para misionaris, baik dari dalam negeri maupun luar negeri diundang untuk menghadiri acara tersebut. Bagi orang Kimyal, penginjil yang pertama di dunia adalah orang Amerika, yaitu Mr. Fhilipus Masster dan Ny. Lore. Selain itu, ada juga beberapa penginjil lokal yang disebut dengan “alam/tuan tanah”.

Dalam perayaan tersebut, orang-orang asli Kimyal menunjukkan beragam atraksi yang bertujuan untuk mengingat kembali pola kehidupan lama mereka. Selain itu, ada juga kegiatan yang dimaksudkan untuk menyambut datangnya kitab Injil dalam kehidupan mereka. Dalam perayaan ini, masyarakat Kimyal terbagi menjadi 6 pos. Saat ini, keenam pos tersebut terbagi menjadi 4 distrik dan 2 klasis. Semua masyarakat Kimyal datang bersama-sama untuk menyaksikan momen berharga tersebut.

Kemudian, seluruh masyarakat Kimyal menyumbangkan barang yang mereka miliki untuk orang lain yang membutuhkan. Kegiatan ini sebelumnya tidak direncanakan sama sekali, tetapi inisiatif dari para masyarakat Kimyal tersebut.

Kepala adat atau suku Kimyal mewakili para warganya mengucapkan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada para penginjil yang membawa masuk injil ke dalam kehidupan Suku Kimyal. Para penginjil telah membukakan pintu terang bagi masyarakat Kimyal yang dulunya hidup dalam kegelapan (tanpa agama). Selain itu, kebiasaan saling membunuh dan perang kini sudah dihilangkan dari Suku Kimyal. Hal ini dilakukan untuk menciptakan kebersamaan masyarakat Suku Kimyal satu sama lainnya.

Ungkapan terima kasih dari kepala suku adat dibalas dengan tutur kata yang rendah hati dari para penginjil. Para penginjil berkata bahwa mereka hanyalah perantara Tuhan untuk menyebarkan kitab Injil. Para penginjil merupakan makhluk biasa yang juga masih perlu pembelajaran dalam memahami kitab Injil.

Penyebaran kitab Injil yang memasuki wilayah kediaman Suku Kimyal memang membawa banyak dampak positif. Salah satunya, masyarakat Suku Kimyal saat ini sudah bisa menerima para pendatang masuk kewilayahnya karena sebelumnya suku ini sangat tertutup dengan orang baru. Sikap ramah tamah selalu mereka tunjukkan kepada para pendatang yang masuk ke dalam wilayah kediaman masyarakat Kimyal. Suku Kimyal memang bukan hanya kaya akan budayanya, tapi juga dengan kehidupannya.

Nah, itulah artikel mengenai kehidupan Suku Kimyal. Semoga bisa bermanfaat bagi para pembaca dalam menambah wawasan tentang kebudayaan suku bangsa di Indonesia.

Tolong di SHARE :
Share
Topik Terkait
Suku Kimyal
Bangsa Melayu
Dayak Bawo
Empur
Ketua Suku
Marga Ambon
Marga Minahasa
Marga Sangir
Marga Simalungun
Melayu Bengkulu
Melayu Kedah
Melayu Palembang
Melayu-Bugis
Orang Kanekes
Perang Suku
Rumpun Tidung
Suku Abal
Suku Aceh
Suku Akit
Suku Alas
Suku Amungme
Suku Aneuk Jamee
Suku Arfak
Suku Asmat
Suku Bahau
Suku Bajau
Suku Bali
Suku Banjar
Suku Banten
Suku Batak
Suku Bauzi
Suku Bawean
Suku Bentong
Suku Benuaq
Suku Berau
Suku Besar Dayak Lawangan
Suku Betawi
Suku Bima
Suku Boti
Suku Bugis
Suku Buru
Suku Dani
Suku Dayak
Suku Dayak Bidayuh
Suku Dayak Dusun
Suku Dayak Dusun Deyah
Suku Dayak Kebahan
Suku Dayak Mualang
Suku Devayan
Suku Gayo
Suku Haloban
Suku Iban
Suku Jawa
Suku Kaili
Suku Kamoro
Suku Kampar
Suku Karo
Suku Kayan
Suku Kenyah
Suku Kerinci
Suku Kluet
Suku Komering
Suku Konjo Pesisir
Suku Kubu
Suku Kutai
Suku Lampung
Suku Laut
Suku Lawangan
Suku Maba
Suku Madura
Suku Makassar
Suku Mandailing
Suku Mandar
Suku Melayu
Suku Minahasa
Suku Minangkabau
Suku Mori
Suku Muna
Suku Nias
Suku Osing
Suku Pakpak
Suku Pamona
Suku Papua
Suku Pasir
Suku Petalangan
Suku Polahi
Suku Rejang
Suku Saluan
Suku Sambas
Suku Sasak
Suku Seberuang
Suku Sekak Bangka
Suku Serawai
Suku Sigulai
Suku Simalungun
Suku Singkil
Suku Sumba
Suku Sunda
Suku Talang Mamak
Suku Tamiang
Suku Tengger
Suku Ternate
Suku Tidung
Suku Tolaki
Suku Toraja
Suku Tunjung
Suku Wehea
Suku-suku di Bengkulu
Suku-Suku Di Indonesia
Tionghoa
Tionghoa-Indonesia
Tonsea

Beranda | Privacy