logo anne ahira

AnneAhira.com    Sosial & Budaya    Suku    Suku Muna

Suku Muna

Oleh: AnneAhira.com Content Team

Suku Muna atau Wuna merupakan suku yang tinggal di Pulau Muna, terletak di wilayah Sulawesi Tenggara. Bila dilihat dari segi fisik yaitu tengkorak, bentuk tubuh, dan juga berdasarkan dari warna dari kulit, suku Muna berkulit hitam serta mempunyai rambut yang keriting. Ini sangat mencerminkan bahwa masyarakat tersebut merupakan orang asli Muna.

Suku Muna dan Kemiripannya dengan Suku Lain

Masyarakat di suku ini memang terlihat mirip dengan suku-suku Melanesia dan Polynesia di Australia serta Pasifik dibandingkan suku-suku Melayu. Bukan hanya dari segi fisik tubuhnya,melainkan juga dengan kebudayaan serta tipikal yang ada pada masing-masing diri manusia di Pulau Timor, Flores dan juga Nusa Tenggara Timur.

Kebudayaan juga terlihat dari segi karya dalam bentuk kain tenun yang berasal dari wilayah Nusa Tenggara Timur dan Muna. Memang kedua kain tenun tersebut mempunyai kemiripan dari beragam garis berbentuk horizontal serta beragam warna yang dipakai . Warna yang dipakai untuk warna dasar, yaitu warna hitam, warna merah, warna hijau ,dan warna kuning. Selain itu, dalam hal bentuk ikat kepala juga mempunyai kesamaan antara yang satu dengan lainnya.

Ternyata bukan hanya mempunyai kemiripan dengan suku-suku Polynesia. Orang Muna  juga dianggap mirip dengan suku di Australia, yaitu suku Aborigin. Memang dari dahulu kala sampai dengan saat ini, para nelayan yang berasal dari Muna mencari teripang dan juga ikan-ikan sampai dengan ke wilayah  perairan Darwin.

Bahkan, sering kali para nelayan tersebut harus pasrah ditangkap oleh pemerintah Australia. Namun keberanian para masyarakat Muna mencari ikan sampai ke daerah Australia ini menimbulkan anggapan bahwa antara suku Aborigin dengan suku Muna mempunyai hubungan satu sama lainnya.

Sebutan orang Muna sendiri adalah sebutan untuk masyarakat suku asli Muna yang tinggal di wilayah Pulau Muna serta di pulau-pulau kecil. Pulau-pulau tersebut antara lain wilayah Kabupaten buton, yaitu Kepulauan Talaga, Pulau Ladatua, Pulau Siompu, barat daya Pulau Buton, bagian utara timur laut Pulau Buton, dan juga bagian utara dari Pulau Buton. Untuk melakukan komunikasi sebagai bentuk interaksi sosial,orang Muna menggunakan bahasa daerah Muna.

Asal-usul Suku Muna

Berdasarkan pendapat la Kimi Batoa yang dia tuliskan di dalam bukunya berjudul “Sejarah Muna”, dikatakan bahwa masyarakat asli yang ada di wilayah Pulau Muna merupakan Batuawu dan O Tumona. Ciri-ciri yang ada pada diri O ToMuna, yaitu mempunyai rambut ikal, warma kulit gelap, serta mempunyai ukuran tinggi badan sekitar 160cm sampai dengan 165cm. Hal ini menunjukkan bahwa ada kemiripan suku asli Muna dengan suku-suku Australia dan Melanesia.

Berbagai macam suku di wilayah Indonesia yang mempunyai ciri-ciri sama adalah mereka yang tinggal di wilayah Australaia, yaitu suku Aboigin dan juga penduduk yang tinggal di wilayah Irian. Sementara untuk Batuawu ,mempunyai ciri-ciri fisik yaitu memiliki rambut ikal, warna kulit yang gelap, serta mempunyai tinggi sekitar 150cm sampai dengan 160cm. Ciri-ciri fisik tersebut mempunyai kemiripan dengan ciri-ciri suku-suku yang tinggal di wilayah Maluku dan Flores, yaitu suku-suku Polynesia.

Suku asli dari Muna yaitu batuawu dan juga O toMuna tinggal di Pulau Muna sejak ribuan tahun lalu. Bukan hanya Pulau Muna yang dijadikan sebagai tempat kediaman oleh orang Muna. Pulau lain yang ada di sekitar Pulau Muna juga pernah dtinggali oleh mereka. Cara tersebarnya suku asli Muna belum diketahui kepastiannya, tetapi sudah tersebar di Pulau Buton dan pulau yang ada lainnya di wilayah Sulawesi Tenggara. Hal ini bisa di buktikan dengan penggunaan bahasa yang ada di wilayah tersebut.

Berdasarkan pergaulan dan juga literatur orang asli Muna, suku ini mempunyai sebutan lainnya yang lebih dikenal orang, yaitu orang Buton. Sebutan ini muncul karena kesultanan atau kerajaan Buton berkat bantuan dari pihak belanda mengambil kekuasaan kerajaan Muna sebagai kekuasaan yang ada pada pihak mereka. Namun, pihak istana serta para anggota masyarkat yang ada di Kerajaan Muna tidak pernah mengakui kekuasan tersebut.

Lalu, pada 1962, Kesultanan Buton atau Kerajaan Buton ini oleh pemerintah Indonesia dibubarkan. Selain itu, para raja yang berasal dari kerajaan Muna juga mempertahankan kekuasaannya tersebut dengan melakukan berbagai perlawanan terhadap pihak Buton dan juga pihak Belanda. Dengan begitu, mereka berhasil menjatuhkan kerajaan tersebut dan juga mengambil haknya lagi, yaitu Kerajaan Muna.

Namun, perlawanan tersebut menghasilkan konsekuensi yang berat, yaitu beberapa raja dari kerajaan Muna diasingkan ke Pulau Jawa dan juga Pulau Sumatera. Perlawanan yang sangat sengit yaitu ketika Raja Muna bernama La Ode Dika gelar Komasigino melawan Sultan Buton La ode Salihi.

Memang seharusnya Raja Muna memberikan penghormatan kepada Sultan Buton karena dia adalah atasannya. Namun dalam kenyataannya, hal itu tidak terjadi. Raja Muna La Ode Dika malah memberanikan diri dengan mengacungkan jari telunjuknya ke Sultan Buton.

Namun, kenyataan yang sebenarnya memang menunjukkan bahwa walaupun kedudukan berada di bawah, raja Muna La Ode tidak akan pernah mau menyerahkan kekuasaan tersebut kepada Kesultanan Buton serta pihak Belanda sebagai sekutunya. Namun, saat ini, di wilayah Kesultanan Buton terlihat sekali pengaruh besar dari Kerajaan Muna, yaitu penggunaan bahasa daerah Muna pada kehidupan sehari-harinya. Bahkan, hal ini masih berlaku sampai dengan saat ini. Masyarakat yang ada di wilayah Kesultanan Buton lebih sering menggunakan bahasa daerah Muna dalam melakukan komunikasi.

Orang asli Muna memang tinggal di wilayah Pulau Muna dan pulau kecil lainnya sejak ribuan tahun yang lalu tepatnya saat zaman purbakala. Hal ini dilihat dari adanya peninggalan sejarah berupa relief purba di gua Metanduno dan gua Liang kobori.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa ahli relief yang ditemukan di kedua gua tersebut, umurnya sudah mencapai 25.000 tahun. Relief yang ada di kedua gua tersebut mengisahkan bahwa pada saat itu segala aktivitas orang Muna tergambarkan di relief gua.

Berdasarkan relief yang ada, diceritakan bahwa memang kehidupan mereka adalah di gua dan gua dijadikan sebagai tempat tinggalnya. Akan tetapi, mereka telah mempunyai kebudayaan serta peradaban dengan tingkatan yang cukup tinggi. Bahkan, alat-alat pertanian pada dahulu kala telah digunakan oleh orang asli Muna untuk membantu mereka bercocok tanam.

Selain itu, pengetahuan orang Muna di dalam hal pengetahan astronomi juga selalu mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Hal ini dibuktikan engan adanya gambar bulan, bintang, dan matahari, pada relief di dua gua tersebut.

Bahkan, dalam melakukan cocok tanam, mereka menggunakan petunjuk dari berbagai nama yang ada pada rasi bintang. Contohnya rasi bintang yang disebut dengan nama Fele. Jika rasi bintang ini akan terlihat dengan jelas, itu adalah saat yang tepat untuk menyiapkan lahan. Hal ini dikarenakan dalam jangka waktu satu bulan lagi musim hujan akan tiba. Lalu, pembakaran lahan akan dimulai ketika hujan telah tiba.

Suku Muna - Layangan Tradisional "Kaghati"

Wilayah dari Kabupaten Muna juga mempunyai ciri khas, yaitu layangan tradisional. Layangan tradisional ini dibuat dari bahan-bahan yang ada di alam seperti bambu rami, daun kolope atau ubi hutan, serta serat daun nenas hutan yang dijadikan sebagai benang.

Untuk menyatukan bahan yang satu dan yang lainnya, digunakan bahan penisik yang berasal dari kulit bambu yang telah terlebih dahulu diruncingkan. Lalu, untuk menyeimbangkan layangan tersebut agar bisa terbang, mdigunakan dua bandulan pada bagian kanan kiri sayap layangan dengan memakai kayu yang ukurannya kecil.

Karena bahan-bahan serta hasil yang memuaskan, tidak heran bahwa layangan tradisional dari Muna diakui keberadaannya. Bahkan, pada 1996 dan 1997, layangan Muna ini ikut ke dalam perlombaan layangan bertaraf internasional. Dengan begitu, kelayakan dari layangan ini memang diakui, bukan hanya di dalam negeri.

Semoga artikel suku Muna ini bermanfaat bagi para pembaca.

Tolong di SHARE :
Share
Topik Terkait
Suku Muna
Bangsa Melayu
Dayak Bawo
Empur
Ketua Suku
Marga Ambon
Marga Minahasa
Marga Sangir
Marga Simalungun
Melayu Bengkulu
Melayu Kedah
Melayu Palembang
Melayu-Bugis
Orang Kanekes
Perang Suku
Rumpun Tidung
Suku Abal
Suku Aceh
Suku Akit
Suku Alas
Suku Amungme
Suku Aneuk Jamee
Suku Arfak
Suku Asmat
Suku Bahau
Suku Bajau
Suku Bali
Suku Banjar
Suku Banten
Suku Batak
Suku Bauzi
Suku Bawean
Suku Bentong
Suku Benuaq
Suku Berau
Suku Besar Dayak Lawangan
Suku Betawi
Suku Bima
Suku Boti
Suku Bugis
Suku Buru
Suku Dani
Suku Dayak
Suku Dayak Bidayuh
Suku Dayak Dusun
Suku Dayak Dusun Deyah
Suku Dayak Kebahan
Suku Dayak Mualang
Suku Devayan
Suku Gayo
Suku Haloban
Suku Iban
Suku Jawa
Suku Kaili
Suku Kamoro
Suku Kampar
Suku Karo
Suku Kayan
Suku Kenyah
Suku Kerinci
Suku Kimyal
Suku Kluet
Suku Komering
Suku Konjo Pesisir
Suku Kubu
Suku Kutai
Suku Lampung
Suku Laut
Suku Lawangan
Suku Maba
Suku Madura
Suku Makassar
Suku Mandailing
Suku Mandar
Suku Melayu
Suku Minahasa
Suku Minangkabau
Suku Mori
Suku Nias
Suku Osing
Suku Pakpak
Suku Pamona
Suku Papua
Suku Pasir
Suku Petalangan
Suku Polahi
Suku Rejang
Suku Saluan
Suku Sambas
Suku Sasak
Suku Seberuang
Suku Sekak Bangka
Suku Serawai
Suku Sigulai
Suku Simalungun
Suku Singkil
Suku Sumba
Suku Sunda
Suku Talang Mamak
Suku Tamiang
Suku Tengger
Suku Ternate
Suku Tidung
Suku Tolaki
Suku Toraja
Suku Tunjung
Suku Wehea
Suku-suku di Bengkulu
Suku-Suku Di Indonesia
Tionghoa
Tionghoa-Indonesia
Tonsea

Beranda | Privacy