Suku Tengger
Saat Anda mendengar nama Suku Tengger, pikiran Anda tentu langsung melayang pada Gunung Bromo. Gunung berapi yang masih aktif ini terletak di provinsi Jawa Timur dan menjadi salah satu obyek wisata paling diminati, baik oleh masyarakat Indonesia maupun luar negeri.
Suku Tengger sudah terkenal di Indonesia sebagai suku atau kelompok orang yang tinggal di sekitar Gunung Bromo. Mayoritas dari orang-orang Suku Tengger ini menganut agama Hindu.
Walau beragama Hindu, jangan samakan dengan kepercayaan yang dianut oleh warga Bali. Jika mayoritas warga Bali memeluk agama Hindu Dharma, agama yang dianut warga Tengger adalah Hindu Mahayana.
Sejarah Singkat Suku Tengger
Menurut legenda, pada zaman dahulu ketika agama Islam masuk, terjadi perselisihan antar kerajaan di Pulau Jawa. Majapahit yang merupakan penganut Hindu-Budha merasa terdesak kemudian berpencar untuk melarikan diri. Sebagian ke Bali, sebagian lagi lari ke arah Bromo dan Semeru.
Pasangan Roro Anteng dan Joko Seger adalah dua orang Majapahit yang ikut lari ke Bromo. Mereka kemudian menjadi pemimpin di daerah tersebut dan menamainya sebagai sebagai Tengger (“Teng” dari nama Roro Anteng, “Ger” dari nama Joko Seger). Sampai sekarang, ada kepercayaan bahwa Suku Tengger merupakan keturunan dari kedua penguasa Bromo tersebut.
Ciri Khas Suku Tengger
Sama seperti suku-suku lain di Indonesia, Suku Tengger pun memiliki suatu ciri khas yang unik. Berikut ini beberapa ciri khas Suku Tengger yang akan menambah wawasan Anda.
• Fisik
Secara fisik, warga Tengger sama seperti orang Jawa kebanyakan. Pakaian yang mereka kenakan sebagai bentuk adaptasi dengan keadaan sekitar, bisa disebut sebagai ciri khas yang paling tampak dari suku ini.
Umumnya mereka mengenakan pakaian biasa berlengan panjang dan celana. Namun yang menjadi ciri khas mereka adalah kain sarung yang hampir selalu melekat di tubuh mereka. Sarung itu pun kerap dijadikan pengganti jaket untuk mengusir rasa dingin.
Selain sarung, mereka juga mengenakan topi atau kupluk sebagai pelindung kepala dan telinga dari udara dingin.
• Sikap Masyarakat Tengger
Sikap hidup masyarakat tengger adalah tentrem (tidak banyak risiko), aja jowal-jawil (jangan suka mengganggu orang lain, kerja keras, dan tetap mempertahankan tanah milik secara turun temurun.
Kemudian, sikap yang menonjol disaat tengah bekerja adalah teliti dan kerja keras. Kedua sikap tersebut masih dipertahankan, sebagai wujud penghormatan kepada leluhurnya yang sudah menyediakan lahan luas.
Bagi masyarakat Tengger, kerja bukan semata-mata untuk mengumpulkan harta untuk pribadi, melainkan juga untuk menolong sesamanya. Hal ini terbukti, jika ada anggota masyarakat Tengger yang tengah kesulitan, masyarakat lainnya dengan tulus memberikan pertolongan. Pertolongan yang dimaksud, baik berupa materi ataupun tindakan.
Masyarakat Tengger juga termasuk kelompok yang mudah menerima perubahan baru dalam kehidupannya. Hal ini terbukti, masyarakat Tengger mampu menerima pengaruh model pakaian, teknologi, dan perubahan lainnya. Tentu saja, peruahan yang diterima adalah perubahan yang baik untuk masa depan mereka.
• Bahasa
Ciri khas lain dari Suku Tengger terletak pada bahasa yang mereka pergunakan. Mereka memakai bahasa Jawa kuno dengan dialek khas Tengger yang juga diyakini sebagai bahasa dan dialek asli Majapahit.
Masyarakat Tengger menggunakan dua tingkatan bahasa, yaitu ngoko dan krama. Ngoko adalah bahasa sehari-hari yang digunakan terhadap sesamanya. Sementara krama, bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi terhadap orang yang lebih tua. Meskipun demikian, dalam kehidupan masyarakat Tengger tidak ada perbedaan kasta. Dengan begitu, setiap anggota masyarakat Tengger mempunyai kedudukan yang sama
• Mata Pencaharian
Mata pencaharian Suku Tengger umumnya adalah bertani dan berternak. Seperti yang sudah diketahui, lahan di sekitar gunung pastilah lahan yang subur dan sangat bagus untuk ditanamai berbagai sayuran, misalnya sawi dan kol (kubis).
Pekerjaan lain yang juga digeluti warga Tengger adalah sebagai pemandu wisata. Bila Anda berkunjung ke Gunung Bromo, Anda akan sangat mudah menemukan orang-orang Suku Tengger yang selalu ditemani kuda dan siap mengantar Anda dan para wisatawan lain ke mana-mana, bahkan menuju lereng Bromo sekalipun.
• Tata Rumah
Rumah penduduk Tengger biasanya dibangun di atas tanah pada daerah datar. Sebisa mungkin daerah tersebut dekat dengan air. Rumah-rumah masyarakat Tengger letaknya berdekatan. Bahkan antara satu desa dengan desa yang lainnya jaraknya cukup dekat, karena letak rumahnya berdekatan.
Pembangunan sebuah rumah harus selalu diawali dengan selamatan. Acara selamatan juga harus dilakukan apabila banguan telah selesai dibangun. Pada setiap bangunan rumah yang tengah dikerjakan, selalu terdapat sesajen. Sesajen tersebut biasanya digantungkan pada tiang-tiang. Isi dari sesajen itu berupa makanan, seperti lepet, ketupat, pisang raja, dan lain-lain.
Bangunan rumah masyarakat Tengger biasa cukup luas. Hal ini dikarenakan, umumnya setiap rumah dihuni oleh beberapa keluarga secara bersama-sama. Apalagi ada kebiasaan khusus di Suku Karo untuk para pria. Kebiasaan yang dimaksud adalah bagi pria yang baru kawin, akan tinggal bersama mertuanya.
Bangunan rumah orang Karo mempunyai keunikan dibandingkan suku lainnya. tiang dan dinding rumahnya tersebut terbuat dari kayu, sedangkan bagian atapnya terbuat dari bambu yang dibelah. Namun, saat ini sulit sekali untuk memperoleh kayu dan bambu yang kuat untuk bahan dasar rumah. Untuk itu, masyarakat karo telah mengubah kebiasaan itu dengan menggunakan atap dari seng, genteng atau papan.
• Upacara Adat
Suku Tengger juga punya ciri khas lain, yaitu upacara adat. Sebenarnya cukup banyak upacara adat yang diadakan oleh warga Tengger, namun yang paling populer adalah upacara adat Kasodo yang diadakan setahun sekali.
Upacara ini berlangsung di pura dekat Bromo lalu berlanjut ke puncak Bromo. Diadakan sekitar tanggal 14-15 (saat purnama) di bulan kesepuluh menurut penanggalan Jawa. Kasodo sendiri berarti kesepuluh.
Selain Kasodo, ada pula upacara adat Karo (diadakan pada bulan Puso), Kapat (diadakan pada bulan keempat), Kawolu (pada bulan kedelapan), Kasanga (pada bulan kesembilan), dan sederet upacara adat lainnya.
• Pertunangan dan Perkawinan
Pada umumnya, masyarakat Tengger memiliki pendirian yang cukup bermoral atas perkawinan. Bahkan, bisa dikatakan bahwa poligami dan perceraian tidak pernah terjadi. Apalagi dengan perkawinan di bawah umur, tentu tidak ada.
Dalam pacangan (dalam bahasa Indonesia pertunangan), lamaran dilakukan oleh orangtua pria. Sebelum pertunangan dilakukan, didahului dengan pertemuan antara kedua calon atas dasar senang. Apabila kedua calon tersebut telah sepakat, orangtua pihak wanita bekunjung ke orangtua pria untuk menanyakan persetujuannya.
Kemudian, apabila orangtua pihak pria telah menyetujui, diteruskan dengan kunjungan dari pihak orangtua pria untuk menyampaikan ikatan. Selain itu, pertemuan ini bertujuan untuk menentukan har perkawinan yang isetuji oleh kedua belah pihak. Sesudah itu, barulah upacara perkawinan dilakukan.
• Makanan Khas
Makanan khas dari masyarakat Tengger adalah nasi aron. Nasi aron merupakan nasi yang terbuat dari jagung tengger dengan masa tanam kurang lebih 8 bulan. Untuk menyajikan nasi aron biasa dilengkapi dengan sambal Krangean. Sambal Krangean pada dasarnya sama seperti sambal biasanya. Namun,untuk sambal Krangean biasanya ditambah dengan buah Krangean.
Buah Krangean hanya tumbuh di Tengger. Dari segi fsiknya, buah Krangean berbentuk kecil, seperti buah merica. Selain itu, buah ini memiliki aroma harum seperti daun kemangi. Buah Krangean yang baru dipetik biasanya berwarna hijau, sedangkan kalau sudah layu atau kering warnanya hitam.
Nah, sekarang sudah tahu kan betapa uniknya Suku Tengger. Mulai dari sejarah sampai dengan berbagai ciri khas yang dimiliki Suku Tengger. Semoga informasi yang ada di artikel ini bermanfaat bagi para pembaca, dalam menambah wawasan dan pengetahuan akan suku-suku di Indonesia.